I. PENDAHULUN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan
menjadi landasan moral, dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa.
Pendidikan merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi
ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak.
Hal tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana
yang tercantum dalam UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003
pasal 3 yaitu :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
manjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Semua program pendidikan di berbagai jenjang, jenis, jalur
pendidikan dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. Rancangan
program pendidikan itu disebut dengan istilah kurikulum. Kurikulum adalah niat
dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk
dilaksanakan oleh guru di sekolah.
Kurikulum merupakan salah satu alat untuk membina dan mengembangkan
siswa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan agama merupakan bagian integral dari pendidikan
nasional, hal tersebut dijelaskan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional pasal 37
ayat 1 bahwa "kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat antara
lain pendidikan agama", termasuk salah satunya pendidikan agama Islam.
Pendidikan agama Islam dilaksanakan untuk mengembangkan potensi keimanan dan
ketakwaan kepada Allah swt. serta akhlak mulia.
Kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh setiap guru, selalu
bermula dan bermuara pada komponen-komponen pembelajaran yang tersurat dalam
kuikulum. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan pembelajaran yang
diselenggarakan oleh guru merupakan bagian utama dari pendidikan formal yang
syarat mutlaknya adalah adanya kurikulum sebagai pedoman. Dengan demikian, guru
dalam merancang program pembelajaran maupun melaksanakan proses pembelajaran
akan selalu berpedoman pada kurikulum.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan
dalam suatu sistim pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk
mencapai tujuan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran
pada semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan. Selain merumuskan tujuan yang
harus dicapai, kurikulum juga memberikn pemahaman tentang pengalaman belajar
yang harus dimiliki setiap peserta didik.
Menurut Wina Sanjaya, perencanaan dan pengembangan kurikulum
bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Oleh karena itu, proses mendesain dan
merancang suatu kurikulum harus memperhatikan sistim nilai yang berlaku serta
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Kurikulum harus berfungsi
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik sesuai dengan bakat
dan minatnya, dengan demikian maka proses perencanaan dan pengembangan
kurikulum juga harus memperhatikan segala aspek yang terdapat pada diri peserta
didik. Untuk alasan inilah maka kurikulum harus dievaluasi secara terus-menerus
dan dikembangkan agar isi dan muatannya selalu relevan dengan tuntutan
masyarakat yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Untuk mendapatkan hasil yang baik dan terarah dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam, maka diperlukana adanya kurikulum pendidikan agama
Islam yang baik pula. Kurikulum
pendidikan agama Islam yang baik harus direncanakan dan didisain secara
komprehensif dan dievaluasi secara kontinyu.
Makalah ini mencoba membahas
tentang perencanaan kurikulum pembelajaran pendidikan agama Islam. Perencanaan
kurikulum ini merupakan kebutuhan dalam proses pembelajaran pendidikan agama
Islam mengingat pentingnya tujuan pendidikan yang harus dicapai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka masalah pokok dalam
pembahasan makalah ini adalah bagaimana
perencanaan kurikulum pendidikan agama Islam, dengan submasalah:
1. Apakah pengertian
kurikulum dan hakikat kurikulum pendidikan agama Islam?
2. Bagaimanakah dasar,
prinsip, dan fungsi kurikulum pendidikan agama Islam?
3. Bagaimana manajemen
perencanaan kurikulum pendidikan agama Islam?
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulun dan Hakikat Kurikulum Pendidikan Agama
Islam
1. Pengertian Kurikulum
Kurikulum merupakan alat yang sangat penting dalam menjamin
keberhasilan proses pendidikan, artinya tanpa kurikulum yang baik dan tepat
akan sulit mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang dicita-citakan.
Berbicara mengenai pengertian kurikulum akan didapatkan beragama pengertian
yang berbeda-beda. Secara etimologis kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani,
yaitu curir yang berarti pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Istilah
ini adalah yang berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi kuno di Yunani,
yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari
garis start sampai finish.
Muhammad Ali al-Khawli dalam Abdul Mujib mengatakan bahwa kurikulum
adalah manhaj yang merupakan seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar
lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.Kurikulum
memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh dan dipelajari peserta didik untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
Mata pelajaran dianggap sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai
masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Kurikulum
dipandang sebagai rencana pembelajaran merupakan suatu program pendidikan yang
disediakan untuk membelajarkan peserta didik. Melalui program ini peserta didik
melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan
perkembangan tingkah laku peserta didik menuju tujuan pendidikan dan pembelajaran
yang diharapkan.
Baego Ishak membagi pengertian kurikulum dalam dua batasan, yakni
pengertian kurikulum menurut pandangan lama dan pengertian kurikulum menurut
pandangan baru. Pengertian kurikulum menurut pandangan lama dimaknainya sebagai
hasil pendidikan yang harus dicapai, maksudnya setiap peserta didik harus
menempuh sejumlah mata pelajaran tertentu atau sejumlah pengetahuan yang harus
dikuasai untuk mencapai suatu tingkat pendidikan atau ijazah tertentu.
Sedangkan pengertian kurikulum menurut pandangan baru dimaknai sebagai
pengalaman belajar peserta didik. Hal ini dimulai pada tahun 1935 yang
dipelopori oleh dua orang ahli kurikulum terkenal yakni Caswell dan Campbell.
Sementara itu S. Nasution merinci pengertian kurikulum dalam
beberapa penggolongan. Pertama, kurikulum dapat dilihat sebagai produk; sebagai
karya para pengembang kurikulum yang hasilnya dituangkan dalam bentuk buku atau
pedoman kurikulum. Kedua, kurikulum dapat dilihat sebagai program; yakni
kurikulum sebagai alat yang digunakan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya,
selain mata pelajaran juga termasuk seluruh kegiatan yang dapat mempengaruhi
perkembangan peserta didik. Ketiga,
kurikulum dapat dipandang ebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari
peserta didik yakni pengetahuan, sikap, ketrampilan tertentu. Keempat, kurikulum
dapat dilihat sebagai pengalaman peserta didik; ketiga pandangan sebelumnya
berkenaan dengan perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa
yang secara actual menjadi kenyataan pada diri setiap peserta didik. Hal senada
juga dapat ditemukan pengertian kurikulum yang disampaikan oleh Dimyati dan
Mudjiono. Mereka menyuguhkan lima penggolongan posisi pengertian kurikulum.
Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah, kurikulum sebagai mata dan isi
pelajaran, kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran, kurikulum sebagai
hasil belajar, dan kurikulum sebagai pengalaman belajar.
Berdasarkan pengertian kurikulum di atas, penulis berkesimpulan
meskipun para ahli kurikulum berbeda pendapat tentang pengertian kurikulum,
namun ada kesamaan satu fungsi kurikulum yaitu bahwa kurikulum adalah alat yang
bisa digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri, karena setiap
kurikulum yang ditetapkan sudah pasti memiliki
tujuan-tujuan yang harus dicapai.
2. Hakikat Kurikulum
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan adalah proses yang penting bagi seluruh umat manusia,
karena melalui pendidikan manusia mampu menggali apa yang tidak diketahui
maupun apa yang akan diketahui. Pendidikan bisa digunakan sebagai jalan untuk
merubah kejahiliyahaan menuju jalan yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Karena
itu, melalui pendidikan pula akan muncul orang-orang berilmu yang dapat menjadi
abdi dan khalifah Allah swt. di alam semesta.
Secara konstitusional negara ini telah memberikan garis yang jelas
terkait pengertian pendidikan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 mengatakan:
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”
Jika dicermati setidaknya terdapat lima tujuan pendidikan, di mana
dua di antaranya adalah mengembangkan kekuatan spiritual keagamaan dan
mengembangkan akhlak mulia. Dua-duanya adalah tujuan yang berkaitan langsung
dengan pendidikan agama, dalam hal ini pendidikan agama Islam. Tujuan ini
dikuatkan lagi dalam tujuan pendidikan nasional, tertuang dalam undang-undang
yang sama pada pasal 3 dan fungsi pendidikan keagamaan pasal 30 ayat 2.
Tujuan-tujuan di
atas perlu untuk diwujudnyatakan, karenanya pendidikan agama Islam harus
didisain sedemikian rupa dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan itu. Berdasarkan Pedoman Kurikulum PAI tahun 2002, dinyatakan bahwa
pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani ajaran
agama Islam dengan disertai tuntutan untuk menghormati penganut agama lain
dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud
persatuan dan kesatuan bangsa.
Bertolak pada pengertian pendidikan agama Islam di atas maka dapat
disimpulkan bahwa hakikat kurikulum pendidikan agama Islam secara operasional
harusnya diarahkan untuk pencapaian hal dimaksud. Hakikat kurikulum pendidikan
agama Islam adalah rumusan tentang tujuan, materi, metode, dan evaluasi pendidikan,
di mana evaluasi pendidikan dimaksud bersumber pada ajaran agama Islam.
Muhaimin mengemukakan bahwa kurikulum pendidikan agama Islam dapat diartikan
sebagai (1) kegiatan menghasilkan kurikulum PAI; atau (2) proses yang
mengaitkan komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang
lebih baik; dan atau (3) kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian
dan penyempurnaan kurikulum PAI.[14] Secara umum tujuan kurikulum pendidikan
agama Islam membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami
ajaran Islam secara menyeluruh.
B. Dasar, Prinsip, dan Fungsi Kurikulum Pendidikan Agama Islam
1. Dasar Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Dasar kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi
dan membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. Dasar
kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau determinan kurikulum. Menurut
al-Syaibani dalam Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir sedikitnya terdapat empat
dasar kurikulum yang harus dipenuhi dalam sebuah kurikulum. Keduanya menambah
satu dasar lagi jadi keseluruhan terdapat lima dasar kurikulum pendidikan agama
Islam. Kelima dasar kurikulum itu adalah:
a. Dasar normatif religi
Dasar normatif religi ini ditetapkan berdasarkan nilai-nilai ilahi
yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Keduanya mengandung nilai
kebenaran yang universal, abadi, dan bersifat futuristik. Penegasan Nabi saw.
terkait keduanya menjadi dasar normatif
religi, termasuk menjadi dasar kurikulum pendidikan agama Islam. Sabda
Rasulillah saw. “sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kamu, yang jika kamu
berpegang tegush dengannya, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, yakni
Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya” (HR.
Hakim). Selain kedua sumber ini masih juga ada sumber yang lain yakni sumber
dari dalil-dalil ijtihadi baik dari ijma’ (konsensus para ulama) dan qiyas
(analogi).
b. Dasar falsafah
Dasar falsafah
ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam. Dasar ini membawa
kurikulum pendidikan Islam pada tiga dimensi yaitu dimensi ontologi, dimensi
epistemologi, dan dimensi aksiologi. Dimensi ontologi mengarahkan kurikulum
agar lebih banyak member peserta didik untuk berhubungan langsung dengan fisik
obyek-obyek, atau hal-hal yang ada secara realitas. Dimensi ini menghasilkan
kemampuan memperoleh data dan informasi
yang harus dipelajari dan dihafalkan. Hal ini selaras dengan firman
Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah/2: 31.
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ:
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar!"
Dimensi epistemologi; implikasi dimensi ini dalam rumusan kurikulum
adalah 1). penguasaan konten yang tidak sepenting dengan penguasaan bagaimana
memperoleh ilmu pengetahuan, 2). kurikulum lebih menekankan pada pelajaran
proses, 3). konten cenderung fleksibel, karena pengetahuan yang dihasilkan
bersifat tidak mutlak, tentatif, dan dapat berubah-ubah. Dimensi aksiologi; dimensi
ini mengarahkan pembentukan kurikulum agar memberikan kepuasan bagi peserta
didik sehingga nantinya memiliki nilai-nilai yang ideal, supaya hidup dengan
baik, sekaligus menghindarkan dari nilai-nilai yang tidak diinginkan.
c. Dasar psikologis
Dasar ini mempertimbangkan tahapan psikis peserta didik, yang
berkaitan dengan perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat-bakat jasmaniah,
intelektual, bahasa, emosi, sosial, kebutuhan dan keinginan individu, minat,
dan kecakapan.
d. Dasar sosiologis
Dasar sosiologis
memberikan implikasi bahwa kurikulum pendidikan memegang peranan penting
terhadap penyampaian dan pengembangan kebudayaan, proses sosialisasi individu,
dan rekonstruksi masyarakat. Kurikulum harus didisain untuk memenuhi kebutuhan
masyarakatnya.
e. Dasar organisatoris
Dasar ini lebih
fokus pada bentuk penyajian materi, yakni organisasi kurikulum.
2. Prinsip Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Adapun prinsip-prinsip
Kurikulum Pendidikan Agama Islam terdiri atas:
a. Prinsip yang berorientasi pada tujuan
Sesuai dengan
kaidah ushuliyah “al-umur bi maqashidiha”, prinsip ini berimplikasi pada
aktivitas kurikulum yang terarah, sehingga tujuan pendidikan yang telah
tersususun sebelumnya dapat tercapai.
b. Prinsip relevansi
Prinsip ini akan melahirkan
kurikulum-kurikulum yang mampu memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja yang
dibutuhkan masyarakat, serta memenuhi tuntutan vertikal dalam mengemban
nilai-nilai ilahi sebagai rahmah li al-‘alami>n.
c. Prinsip efesiensi dan efektivitas
Kegiatan
kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, dan sumber-sumber lain
secara cermat dan tepat. Q.S. al-Isra’/17: 26-27.
ÏN#uäur #s 4n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# wur öÉjt7è? #·Éö7s? ÇËÏÈ ¨bÎ) tûïÍÉjt6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u¤±9$# ( tb%x.ur ß`»sÜø¤±9$# ¾ÏmÎn/tÏ9 #Yqàÿx. ÇËÐÈ
Terjemahnya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya.”[18]
Selain ayat di atas masih banyak lagi ayat al-Qur’an yang relevan
dengan prinsip efesiensi dan efektivitas ini, di antaranya Q.S. al-‘As}r (103):
1, Q.S. al-Lail/92: 1, Q.S. al-Syams/91: 1-9, Q.S. al-Jumu’ah/62: 9-10, dan
Q.S. al-Najm/53: 39-40.
d. Prinsip fleksibilitas program
Kurikulum disusun
dengan luwes, sehingga mampu disesuaikan dengan situasi-situasi setempat, serta
waktu yang berkembang tanpa harus mengubah tujuan pendidikan yang diinginkan.
e. Prinsip integritas
Implikasi dari prinsip ini adalah mengupayakan kurikulum agar
menghasilkan manusia seutuhnya, yakni manusia yang seimbang antara fikir dan
dzikir, manusia yang mampu menyelaraskan urusan dunia dan akhirat.
f. Prinsip kontiunitas (istiqamah)
Implikasinya
adalah bagaimana sususnan kurikulum yang terrdiri dari bagian yang
berkesinambungan dengan kegiatan-kegiatan kurikulum lainnya, baik secara
vertical (penjenjangan, tahapan), maupun secara horizontal.
g. Prinsip sinkronisme
Implikasinya
adalah bagaimana suatu kurikulum dapat seirama, searah, dan setujuan, serta
jangan sampai terjadi kegiatan kurikulum lain yang menghambat, berlawanan atau
mematikan kegiatan yang lain.
h. Prinsip obyektivitas
Implikasinya adalah
adanya kurikulum yang dilakukan melalui tuntutan kebenaran ilmiah yang
obyektif, dengan mengesampingkan pengaruh-pengaruh emosi yang irasional. Hal
ini sejalan dengan Q.S. al-Maidah/5: 8.
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. úüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( wur öNà6¨ZtBÌôft ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã wr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 cÎ) ©!$# 7Î6yz $yJÎ/ cqè=yJ÷ès? ÇÑÈ:
Terjemahnya “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[19]
i. Prinsip demokratis
Implikasinya
adalah pelaksanaan kurikulum harus dilakukan secara demokratis, artinya saling
mengerti, memahami keadaan dan situasi tiap-tiap subyek dan obyek kurikulum.
j. Prinsip analisis kegiatan
Prinsip ini mengandung
tuntutan agar kurikulum dikonstruksikan melalui proses analisis isi bahan mata
pelajaran serta analisis tingkah laku.
k. Prinsip individualisasi
Prinsip ini mencoba
memperhatikan perbedaan pembawaan dan lingkungan pada umunya yang meliputi
seluruh aspek peserta didik, baik itu perbedaan jasmani, watak, inteligensi,
bakat, dan lain-lain.
l. Prinsip pendidikan seumur hidup
Setiap orang berkembang
dengan potensinya masing-masing, mereka sadar akan nilai-nilai yang dihayati,
dan sekaligus yakin akan cita-cita dan tujuan hidupnya. Semua itu tidak akan
tercapai tanpa adanya upaya belajar yang berkesinambungan.
Selain
prinsip-prinsip di atas, menurut al-Syaibani terdapat prinsip utama dalam
kurikulum pendidikan agama Islam yakni; prinsip berorientasi pada Islam,
prinsip menyeluruh (syumuliyah), prinsip keseimbangan (tawazun), prinsip
interaksi (ittishaliyah), prinsip pemeliharaan (wiqayah), prinsip perkembangan
(tanmiyah) dan perubahan (taghayyur), dan prinsip integritas (muwahhadah).[20]
3. Fungsi Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Adapun fungsi
kurikulum dalam pendidikan agama Islam antara lain:
a. Sebagai alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan
manusia sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
b.Sebagai pedoman dan program yang harus dilakukan oleh
pelaku-pelaku pendidikan.
c. Sebagai fungsi kesinambungan untuk persiapan pada jenjang
sekolah berikutnya dan penyiapan tenaga kerja.
d. Sebagai standar dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu
proses pembelajaran, dan sekaligus sebagai batas program kegiatan.
C. Manajemen Perencanaan Kurikulum PAI
Dalam pengembangan kurikulum dikenal ada lima istilah, yaitu
pengembangan kurikulum (curriculum development), perbaikan kurikulum
(curriculum improvement), perencanaan kurikulum (curriculum planning),
penerapan kurikulum (curriculum implementation), dan evaluasi kurikulum
(curriculum evaluation).
Pembahasan submasalah terakhir ini lebih menekankan pada aspek
perencanaan kurikulum. Perencanaan kurikulum adalah fase pre-eliminer dari
pengembangan kurikulum, yaitu fase di mana pekerja kurikulum membuat keputusan
dan beraksi untuk menetapkan rencana yang akan dilaksanakan oleh guru dan
siswa. Jadi perencanaan merupakan fase berfikir atau fase disain.[21]
Perencanaan kurikulum merupakan suatu proses sosial yang kompleks yang menuntut
berbagai dan tingkat pembuatan keputusan.[22] Perencanaan kurikulum harus
didasarkan pada dasar, prinsip, dan fungsi kurikulum, demikian juga dalam
perencanaan kurikulum pembelajaran pendidikan agama Islam.
Berkenaan dengan perencanaan kurikulum ini, pemerintah pusat
mengeluarkan pedoman-pedoman umum yang
harus diikuti oleh sekolah untuk menyusun perencanaan yang sifatnya operasional
di sekolah, pedoman tersebut antara lain berupa:
1. Struktur progam
Struktur progam adalah susunan bidang pelajaran yang harus
dijadikan pedoman pelaksanaan kurikulum di suatu jenis dan jenjang sekolah.
yakni terkait dengan komponen jenis-jenis progam pendidikan, bidang studi untuk
masing-masing jenis progam, satuan waktu pelaksanaan (semester / semesteran),
alokasi waktu untuk tiap bidang studi tiap satuan waktu pelaksanaan, dan jumlah
jam pelajaran per minggu.
2. Penyusunan jadual
pelajaran
Jadual pelajran adalah urut-urutan mata pelajaran sebagai pedoman
yang harus diikuti dalam pelaksanaan pemberian pelajaran. Jadual bermanfaat
sebagai pedoman bagi guru, siswa, maupun kepala sekolah.
3. Penyusunan rencana
kerja sekolah
Menyusun rencana kerja sekolah untuk periode satu tahun merupakan
bagian manajemen kurikulum terpenting yang harus sudah tersusun sebelum tahun
ajaran baru. Rencana kerja ini tertuang dalam
kalender akademik, kalender pendidikan, atau kalender sekolah. Tujuan
penyusunan kalender akademik adalah agar pengunaan waktu selama satu tahun
terbagi secara merata dan sebaik-baiknya untuk peningkatan mutu pendidikan.
4. Pembagian tugas guru
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembagian tugas guru adalah
sbb:
a. bidang keahlian yang
dimiliki oleh guru.
b. sistem guru kelas
dan siystem guru bidang studi.
c. formasi, yakni
susunan jatah petugas sesuai dengan banyak dan jenis tugas yang akan
dipikul.
d. Bahan tugas guru
mennurut ketentuan yaitu 24 jam per minggu.
e. Kemungkinan adanya
perangkapan tugas mengajar mata pelajaran lain jika masih kekurangan guru.
f. Masa kerja dan
pengalaman mengajar guru dalam bidangnya.
5. Pengaturan atau
penempatan peserta didik dalam kelas
Pengaturan siswa menurut kelasnya sebaiknya sudah ditentukan
bersama waktu dengan pendaftaran ulang siswa. Langkah pertama yang dilakukan
guru saat menerima tugas untuk tahun ajaran baru adalah mempersiapkan segala
sesuatu agar apabila sudah sampai saatnya mengajar tinggal memusatkan perhatian
pada lingkup yang khusus yaitu interaksi
belajar mengajar.
Adapun model perencanaan kurikulum terdiri atas;1) model
perencanaan rasional deduktif atau rasional Tyler; menitikberatkan logika dalam
merancang program kurikulum dan bertitik tolak dari spekulasi tujuan (goals and
objectives) tetapi cenderung mengabaikan problematika dalam lingkungan tugas,
2) model interaktif rasional (the rational-interactive model); memandang
rasionalitas sebagai tuntutan kesepakatan antara pendapat-pendapat yang berbeda,
yang tidak mengikuti logik, 3) the disciplines model, perencanaan ini
menitikberatkan pada para guru; mereka sendiri yang merencanakan kurikulum, 3)
model tanpa perencanaan (non planning model); suatu model berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan intuitif guru di dalam ruangan kelas sebagai bentuk
pembuatan keputusan.
Perencanaan
kurikulum memiliki beberapa fungsi di antaranya; 1) sebagai pedoman atau alat
manajemen, yang berisi tentang petunjuk tentang jenis dan sumber peserta yang
diperlukan, media penyampaiannya, tindakan yang perlu dilakukan, sumber biaya,
tenaga, sarana yang diperlukan sistem kontrol dan evaluasi, peran unsur-unsur
ketenagaan untuk mencapai tujuan manajemen organisasi, 2) sebagai penggerak
roda organisasi dan tata laksana untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat
sesuai dengan tujuan organisasi, 3) sebagai motivasi untuk melaksanakan sistem
pendidikan sehingga mencapai hasil optimal.Perencanaan kurikulum harus
diarahkan untuk menganalisa kebutuhan, merumuskan dan menjawab pertanyaan
filosofis terkait kebutuhan kurikulum, menetukan disain kurikulum, dan membuat
rencana induk (master plan) berupa pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian.
Perencanaan
kurikulum pembelajaran pendidikan agama Islam
harus disusun berdasarkan pedoman-pedoman elementer yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, sebagaimana disebutkan di atas. Sebagai bahan
diskusi suplemen, penulis ingin melontarkan suatu idea atau gagasan terkait
keberadaan corak pendidikan yang humanis dan demokratis, pendidikan yang
berbasis pada multikultur, dan pendidikan karakter. Menurut penulis setidaknya
dalam perencanaan kurikulum pendidikan
termasuk pendidikan agama Islam harus memuat spirit elemen yang empat itu. Hal
itu penting, mengingat Indonesia sebagai bangsa dengan segala permasalahan
kebangsaanya sedang menghadapi
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Para ahli kurikulum berbeda pendapat tentang pengertian
kurikulum, namun ada kesamaan satu fungsi kurikulum yaitu bahwa kurikulum
adalah alat yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri,
karena setiap kurikulum yang ditetapkan sudah pasti memiliki tujuan-tujuan yang harus dicapai. Hakikat
kurikulum pendidikan agama Islam adalah rumusan tentang tujuan, materi, metode,
dan evaluasi pendidikan, di mana evaluasi pendidikan dimaksud bersumber pada ajaran
agama Islam.
2. Perencanaan kurikulum harus didasarkan pada dasar, prinsip, dan
fungsi kurikulum, demikian juga dalam perencanaan kurikulum pembelajaran
pendidikan agama Islam. Dasar, prinsip, dan
fungsi kurikulum merupakan tiga hal yang harus tetap dipegang
keberadaannya untuk menjaga kualitas kurikukum sebagai alat untuk menjawab
tantangan zaman sehingga kurikulum tidak hanya lahir sebagai pelengkap
pendidikan dan pembelajaran tanpa makna.
3. Perencanaan kurikulum pembelajaran pendidikan agama Islam harus disusun berdasarkan pedoman-pedoman
elementer yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang terdiri atas struktur
program, penyusunan jadual pelajaran, penyusunan rencana kerja sekolah,
pembagian tugas guru, pengaturan atau penempatan peserta didik dalam kelas,
B. Implikasi
Perencanaan kurikulum pembelajaran pendidikan agama Islam perlu
mendapatkan perhatian serius sehingga pada tahap pelaksanaan atau implementasi
kurikulum bisa berjalan dengan baik. Mutu suatu aktivitas sangat ditentukan
oleh bagaimana aktivitas tersebut didisain atau direncanakan.
Perencanaan kurikulum pembelajaran pendidikan agama Islam
seyogyanya memasukkan struktur program muatan kurikulum yang menekankan
nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi, pemahaman akan keberbedaan, dan
sekaligus pendidikan karakter yang menjadi tuntutan kebutuhan Indonesia
kekinian.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: CV.
Karya Utama, 2005.
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta, 2009.
Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Cet. VI; Jakarta: Bumi
Aksara, 2007.
Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Cet. II; Bandung:
PT. Rosdakarya, 2007.
Ishak, Baego. Pengembangan Kurikulum. Ujung Pandang: 1998.
Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. II;
Jakarta: Kencana, 2008.
M. Asrori Ardiansyah, “Pengertian Kurikulum Pendidikan Agama
Islam” www.kabar-pendidikan.
blogspot.com (3 November 2011)
M. Asrori Ardiansyah, “Pengertian Pendidikan Agama Islam” www.kabar-pendidikan. blogspot.com (3
November 2011).
Mu’allim, Yusuf . “Manajemen dan Perencanaan Kurikulum”
http://paiinisnujepara. blogspot.com / 2010 /10 /
manajemen-dan-perencanaan-kurikulum-di.html.
(3 November 2011).
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktek
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Cet. I; Jakarta:
Kencana Media Group, 2008.
S. Nasution. Asas-Asas Kurikulum. Cet. II; Jakarta: Bumi Aksar, 1995.
Sudrajat, Akhmad. ”Perencanaan Kurikulum dalam Pendidikan” http://
akhmadsudrajat. wordpress.com (3
November 2011).
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
Undang-undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: BP. Panca Usaha, 2003.
[1]Republik Indonesia, Undang-undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: BP. Panca Usaha, 2003), h. 7.
[2]Ibid., h. 20.
[3]Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka
Cipta, 2009), h. 263.
[4]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002),
h. 127.
[5]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktek
Pengembangan KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Cet. I; Jakarta:
Kencana Media Group, 2008), h. vii.
[6]Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi
Pendidikan (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), h. 176.
[7]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam Edisi I
(Cet. II; Jakarta: Kencana, 2008), h. 122.
[8]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran Edisi I (Cet. VI;
Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 16-17.
[9]Baego Ishak, Pengembangan Kurikulum (Ujung Pandang: 1998), h.
4-8.
[10]S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum Edisi II (Cet. II; Jakarta:
Bumi Aksar, 1995), h. 8-9.
[11]Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembeljaran (Jakarta: Rineka
Cipta, 2009), h. 264-266.
[12]Republik Indonesia, op. cit., h. 4.
[13]M. Asrori Ardiansyah, “Pengertian Pendidikan Agama Islam” www.kabar-pendidikan. blogspot.com (3
November 2011).
[14]M. Asrori Ardiansyah, “Pengertian Kurikulum Pendidikan Agama
Islam” www.kabar-pendidikan.
blogspot.com (3 November 2011)
[15]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op. cit., h. 124-131.
[16]Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Edisi Baru
(Surabaya: CV. Karya Utama, 2005), h. 6.
[17]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op. cit., h. 131-134.
[18]Departemen Agama R.I., op. cit., h. 388.
[19]Ibid., h. 144.
[20]Selengkapnya lihat Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op. cit.,
h. 134.
[21]Akhmad Sudrajat, ”Perencanaan Kurikulum dalam Pendidikan”
http://akhmadsudrajat. wordpress.com (3
November 2011).
[22]Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Cet. II;
Bandung: PT. Rosdakarya, 2007), h. 152.
[23]Yusuf Mu’allim “Manajemen dan Perencanaan Kurikulum”
http://paiinisnujepara. blogspot.com / 2010 /10 /
manajemen-dan-perencanaan-kurikulum-di.html. (3 November 2011).
[24]Selengkapnya lihat Oemar Hamalik, op. cit., h. 153-154.
[25]Ibid., h. 152.
No comments:
Post a Comment